Monday, March 31, 2008

Mengukur kompetensi bangsa


Kasus gugat menggugat perihal keabsahan ijasah Gubernur Banten, Ratu Atut yang dipermasalahkan keautentikannya oleh Marissa Hague, seorang anggota dewan yang kebetulan menjadi kontestan pilkada didaerah tersebut masih berlangsung. Lepas dari siapa yang benar, dan sebesar apa nuansa politik atau motif lain dibalik kasus ini, kita jadi tersadar lagi tentang kemungkinan masih banyaknya kasus gelar akademik palsu ditengah masyarakat kita. Didunia pendidikan sendiri akhir-akhir ini kita mendengar banyaknya guru-guru yang berusaha dengan cara apapun untuk memperoleh gelar sarjana untuk mendapatkan sertifikasi guru. Siapa yang mau disalahkan disini, sudah tidak perlu diwacanakan lagi.

Beberapa tahun yang lalu kita membaca gencarnya berita mengenai ditutupnya beberapa institut perguruan tinggi ilegal yang selama ini menjual gelar mulai dari S1 hingga PhD, bahkan gelar Profesor. Sebuah perguruan tinggi yang menamakan dirinya IMGI (Institut Management Global Indonesia) yang bekerjasama dengan sebuah ‘bogus’ university di Amerika, Northern California Global University, telah berhasil menghasilkan 9273 lulusannya, yang antara lain terdiri dari 1060 doktor, 288 PhD, 2999 MBA dan bahkan 103 Profesor sejak tahun 1997 hingga 2004 . Sungguh memalukan ! Konon, jumlah perguruan tinggi yang cari makan dengan menjual kertas ijasah ini ada sekitar 60an. Kertas yang nilainya tak berbeda dengan tissu kamar mandi itu bisa dijual dengan harga yang bervasriasi mulai dari Rp. 500.000an sampai 10 jutaan. Ironisnya, hal ini sudah berlangsung belasan tahun didepan hidung kita, tanpa kita mampu berbuat apa-apa. Pasalnya, banyak peminat yang membeli ijazah-ijasah palsu tersebut berasal dari pemerintahan, termasuk menteri, bahkan seorang mantan wakil presiden, dan tak sedikit pula pejabat daerah termasuk anggota-anggota legislatif. Barulah sekarang hukum mulai ditegakkan dengan ditangkapnya beberapa tokoh pemilik maupun managemen dari perguruan tinggi itu. Bahkan Departemen Pendidikan Nasional merencanakan akan mengusut semua pemakai-pemakai gelar palsu itu, yang diperkirakan sudah mencapai angka 30.000 orang. Suatu realita yang memprihatinkan dan menampar pipi kita pada saat kita yang waktu itu merayakan 60 tahun kemerdekaan bangsa yang kita cintai ini. Tak heran mengapa produkvitas bangsa kita demikian rendah, dengan daya saing yang berada pada urutan rendah dari sejumlah bangsa-bangsa. Masyarakat kitapun sudah terbiasa dengan kualitas SDM yang pas-pasan, bahkan yang tak ada ‘isinya’ sama sekali, karena dengan hanya bermodalkan kertas ijazah sudah dapat memasuki pasar kerja, termasuk dikalangan PNS. Sudah bukan rahasia, banyak pegawai negeri yang memasuki sekolah atau Universitas ‘pinggir jalan’ tersebut, hanya supaya boleh naik pangkat. Mutu pekerjaan sudah tidak menjadi ukuran lagi, karena tidak pernah diuji dengan baik. Ijasah atau sertifikat pendidikan semacam ini jelas tidak memadai lagi untuk menjadi indikator kemampuan seseorang memasuki pasar tenaga kerja apapun, baik didalam negeri, apalagi di luar negeri. Dengan demikian yang diperlukan adalah sertifikasi kompetensi kerja seseorang yang bersifat universal, dan sertifikat ini harus diperoleh melalui suatu uji kompetensi yang baik . Penyelenggaraan uji kompetensi kerja bagi profesi inilah yang menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah, dunia profesi, komunitas kerja, perguruan tinggi.

Standar kompetensi kerja


Untuk memperoleh tenaga kerja yang kompeten dan dapat berdaya saing didalam maupun luar negeri, diperlukan penataan yang menyeluruh dari seluruh jenis profesi dan okupasi yang menjadi tulang punggung roda pembangunan bangsa kita. Kita perlu manusia Indonesia yang berprestasi, bukan yang menyandang sederet gelas. Kita ingin memiliki insinyur yang terampil, perawat yang sigap, pelaut yang piawai , manager yang handal, bahkan peneliti dan pendidik yang ahli dibidangnya dan berbagai profesi kerah putih lainnya. Kita perlu juga tenaga kerah biru yang cekatan, tukang tembok, tukang las, montir, sopir, bahkan penatalaksana rumah tangga, baby sitter, pengasuh lansia yang banyak diminati di luar negeri. Jumlah pengangguran di negara kita tidak dapat diatasi dengan mengisi pasar tenaga kerja yang bermodalkan otak kosong, tangan hampa kecuali memegang selembar kertas ijasah belian. Yang diperlukan adalah tenaga kerja terampil dan memiliki kompetensi tertentu. Sayangnya, dunia profesi sendiripun belum siap dengan standar kompetensi yang dibutuhkan, sehingga setiap perekrutan masih bersifat lokal dan tak terukur. Standar kompetensi yang merupakan bagian dari standar profesi adalah acuan untuk menguji kemampuan seseorang, dan seseorang akan diberikan sertifikasi kompetensi sesuai dengan kemampuannya. Standar profesi yang terdiri dari 4 unsur yaitu standar pendidikan, standar kompetensi, standar pelayanan atau praktek, dan kode etik profesi merupakan perangkat yang harus dilengkapi oleh setiap profesi dan okupasi agar mampu berprestasi dengan maksimal, dan berdaya-saing di ajang lokal maupun internasional. Standar kompetensi ini yang nantinya akan dibakukan sebagai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bagi tiap profesi akan dapat menjadi pegangan kita dalam proses rekrutmen, penggajian, seleksi tenaga kerja asing, bahkan persyaratan memasuki pasar tenaga kerja di luar negeri.

Badan Nasional Sertifikasi Profesi

Pemerintah sesungguhnya sudah menyadari perlunya suatu koordinasi yang baik dalam menangani masalah tenaga kerja melalui sertifikasi kompetensi itu. Peningkatan daya saing tenaga kerja Indonesia di pasar kerja global memerlukan strategi yang tepat yaitu dengan menjamin standar kualitas tenaga kerja yang diakui secara nasional maupun internasional serta mendorong lembaga pelatihan dan pendidikan kejuruan untuk melakukan pelatihan/pendidikan kejuruan dengan berbasis pada kompetensi yang diakui oleh masyarakat industri baik nasional maupun internasional. Oleh karena itu maka strategi pengembangan pelatihan ke depan adalah dengan menggunakan skala prioritas pada jabatan-jabatan stratejik yang sudah memiliki standar kompetensi yang diakui dan mengembangkan standar kompetensi tenaga kerja serta membangun kelembagaan yang efektif yang dapat melibatkan masyarakat industri secara optimal.

Oleh karena itu berdasarkan amanat UU No. 13 tentang Ketenagakerjaan, telah dibentuk Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), suatu badan independen dibawah Presiden, yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan sertifikasi profesi. Dalam pelaksanaannya Badan yang beranggotakan 25 orang ini, yang terdiri dari 10 orang wakil dari Pemerintah dan 15 orang wakil dari Swasta/Kadin, akan mengkoordinasikan pelaksaanaan sertifikasi melalui LSP-LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) yang berasal dari insan-insan profesi itu sendiri. Paradigma yang diharapkan dari sistem ini adalah bahwa gelar akademis bukanlah segala-galanya, bahkan hanya salah satu cara untuk memperoleh keterampilan. Hasil akhir dari kerja LSP-LSP ini adalah peningkatan jumlah dan mutu tenaga kerja yang kompeten, yang dapat mengisi pasar kerja didalam dan di luar negeri.

Tindak lanjut pemberantasan ‘pabrik’ gelar palsu.

Kita menantikan apakah pemerintah berani melaksanakan tindakan pembersihan birokrat dari pemakai gelar palsu itu dan menindak mereka sesuai peraturan yang berlaku. Apabila tidak, maka tren ini akan berulang lagi di masa mendatang dan mutu SDM kita tak akan pernah mengalami peningkatan yang berarti secara nasional. Disini berlaku hukum ‘supply and demand’, banyaknya peminat gelar asalan ini akan terus mendorong timbulnya bisnis serupa. Perlu perubahan dalam sistem rekrutmen baik di instansi pemerintah maupun swasta, berupa penelitian yang cermat asal usul ijasah seseorang. Dan sekali lagi, apabila kita ingin memberantasnya, maka demand dari masyarakat perlu dibendung. Cara yang paling ampuh adalah dengan tidak memberi ampun pada pemakai gelar palsu selama ini. Mereka harus diidentifikasi, diberi teguran, dicabut dari jabatannya, diberi hukuman moral tanpa harus menjalani hukuman badan. Dengan demikian, maka masyarakat akan jera, dan perguruan tinggi petualang semacam IMGI yang namanya Institut Management Global Indonesia tidak digantikan oleh berbagai jenis ‘Insititut Manusia Gombal Indonesia’ lainnya.


Sunday, March 30, 2008

Kamus bahasa Jepang

Sayabisa Urusi -- Calo

Nikita Sukanari -- Penari di tempat hiburan

Samakami Sampepagi -- Cewek penghibur di nightclub

Takasi Kamucoba -- Sales door to door

Kosewa Rumaku -- Pemilik rumah kontrakan

Kitakasi Murasaja -- Seorang pemilik toko

Minumi Kabeh -- Seorang pemabuk

Itumu Akuraba -- Orang gatal, psikopat seks

Nanako Kasisamakita -- Menerima pakaian dalam bekas

Yukasi Kitaterima -- Kasir

Akusuka Takuti -- Preman

Mukamu Sayabedaki -- Pekerja salon

Sini Takupotongi -- Tukang pangkas

Ayodiri Satusatu -- Pemimpin upacara baris-berbaris

Takada Gaji -- Pengangguran

Aigaya Sanasini -- Fotomodel

Kitabuka Kamupoto -- Fotomodel porno

Akubuka Kamumasuki -- Penjaga pintu gerbang

Sukabawa Sayuri -- Tukang sayur

Tyada Ruma -- Gelandangan

Yukira Kitaawasi -- Pengawas Pajak

Aisuka Susumu -- Penjual pakaian dalam wanita

Kanji Kitakasi -- Tukang jual tepung

Maunya Chiumi -- Parfum tester

Kuobati Anumu -- Dokter penyakit kelamin

Kusabuni Itunoda -- Tukang cuci

Satemura Oke -- Tukang sate

Disini Adaguchi -- Penjual keramik

Masimuda Masutipi -- Artis cilik

(from a friend's email)

Saturday, March 29, 2008

Profesi, profesionalisasi dan profesionalisme


Conscience is the guardian in the individual of the rules which the community has evolved for its own preservation.

(William Somerset Maugham)

Profesi

Istilah profesi adalah suatu hal yang berkaitan dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetapi belum tentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatu pekerjaan dapat disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, & penguasaan teknik intelektual yang merupakan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Maka orientasi utama profesi adalah untuk kepentingan masyarakat dengan menggunakan keahlian yang dimiliki. Akan tetapi tanpa disertai suatu kesadaran diri yang tinggi, profesi dapat dengan mudahnya disalahgunakan oleh seseorang seperti pada penyalahgunaan profesi seseorang dibidang komputer misalnya pada kasus kejahatan komputer yang berhasil mengcopy program komersial untuk diperjualbelikan lagi tanpa ijin dari hak pencipta atas program yang dikomersialkan itu. Sehingga atas dasar itu perlu diperoleh pemahaman atas etika profesi dengan memahami pula rumusannya dalam bentuk kode etik profesi tersebut.

Apa artinya menjadi anggota dari suatu profesi ?

Istilah profesi dan profesional berasal dari kata Latin ‘professio’, yang berarti suatu deklarasi publik dengan suatu kekuatan janji. Professi adalah kelompok yang memaklumkan secara umum bahwa anggotanya akan berlaku dalam cara tertentu dan bahwa professi maupun masyarakat boleh menindak mereka yang tidak memenuhi ikrar itu. Profesi membaktikan dirinya kepada masyarakat sebagai suatu peranti masyarakat (social benefit) dan masyarakat menyambut profesi tersebut, dengan harapan dapat memenuhi tujuan sosial yang penting. Pada mulanya profesi yang menjadi perintis adalah dokter, ahli hukum, pendidik dan ulama.

Ciri dari suatu profesi adalah :

1. kompeten dalam suatu jenis batang ilmu pengetahuan dan keterampilan.

2. memikul tugas dan tanggung jawab terhadap individu dan masyarakat yang dilayaninya.

3. berhak untuk melatih, menerima, mendisiplin dan memberhentikan anggota yang gagal memelihara kompetensinya atau menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Profesi dan Pekerjaan (Occupation).

Silang pendapat mengenai beda profesi dengan okupasi hingga saat ini masih terus berlangsung dengan argunentasi masing-masing. Namun, Hughes[1] berpendapat bahwa pertanyaan terpenting bukanlah apa suatu pekerjaan dapat dikatakan profesi, tetapi adalah sejauh mana pekerjaan itu menunjukkan ciri-ciri profesionalisasi. Tergantung kriteria apa yang dipakai untuk menetapkan suatu profesi, maka akan terdapat banyak variasi pada waktu dan tempat yang berbeda, sehingga dapat dikatakan bahwa profesi itu laksana gerakan sosial. ‘ Profesi merekrut jenis-jenis orang tertentu, mereka mengembangkan ideologi yang luhur dengan nilai-nilai yang melampaui tingkat individu, dan mereka sering ‘membentuk’ seorang anggota baru untuk masuk kedalam lingkungan mereka.’ Profesi sejati berorientasi pada pekerjaan yang terbaik, berarti semakin tinggi profesionalismenya. Kode etik dan ideologinya tidak terbatas pada lingkup kerjanya, namun memasuki

kehidupan pribadinya sehingga tercermin dalam status dan gaya hidup yang universal didalam segala aspek kehidupan. Seorang dokter atau rohaniawan misalnya senantiasa berada ‘on-call’ atau dalam ‘tugas’, dengan dedikasi 24 jam sehari, 7 hari seminggu sepanjang usianya. Peran dalam pekerjaannya itu bersifat menyeluruh dengan membawa implikasi bahwa keanggotaan dalam kelompok okupasi itu menuntut perlunya pertemuan antar anggota untuk menetapkan gaya hidup yang dapat diterima dan komprehensif, antara lain kode etik profesi (professional code of conduct).

Dengan demikian akan lebih bermanfaat membahas tema sentral dari sesuatu pekerjaan ketimbang mempersoalkan bedanya profesi dengan okupasi. Semua pekerjaan mengembangkan kulturnya tersendiri, terminologi, aturan-aturan, cara belajar dan disposisi. Banyak pekerjaan yang membentuk asosiasi atau kelompok pekerja tempat mereka bernaung, yang mengesahkan suatu posisi tertentu dalam struktur pekerjaan dan selanjutnya mencerminkan hubungannya dengan struktur sosial yang lebih luas. Suatu studi di Inggris oleh Hickson & Thomas [2]menunjukkan bahwa semakin tua usia suatu okupasi, umumnya semakin tinggi tingkat pencapaiannya dalam faktor-faktor yang mencerminkan profesionalisasi. Apabila di Eropa Barat semakin jelas nampak kecenderungan untuk meningkatnya pengaruh profesionalisasi kedalam setiap pekerjaan, maka di negara-negara sosialis di Eropa Timur, istilah profesi dengan okupasi masih dicampur adukkan dan tidak memiliki batasan yang jelas. Kita di Indonesia juga masih berada pada posisi antara kedua kutub tersebut, kendati sudah ada tanda-tanda bahwa semakin mendesaknya arus profesionalisasi kedalam setiap jenis pekerjaan. Upaya legislasi profesi kesehatan yang saat ini sedang digarap gencar melalui UU Praktek Kedokteran, serta rancangan yang serupa bagi perawat serta profesi lain-lain menunjukkan bahwa Indonesia sungguh-sungguh hendak mengejar ketertinggalannya dari negara-negara lain.

Apa bedanya profesi dengan usaha (okupasi) ?

Perbedaan profesi dari usaha memang tidak terlalu jelas, karena seorang profesional dapat menjalankan usaha dan hidup dari bisnis itu. Namun, ada suatu perbedaan yang penting : seorang tenaga profesional memiliki tugas fidusiari terhadap mereka yang dilayaninya. Hal ini berarti bahwa profesional itu mempunyai suatu tugas dan beban khusus untuk menjamin bahwa keputusan dan tindakan yang diambilnya adalah untuk kesejahteraan pasien atau klien itu, meskipun akan merugikan profesional itu. Maka profesi memiliki kode etik yang tegas menyatakan kewajiban yang mutlak sebagai konsekwensi tugas fidusiari ini. Masalah-masalah etis sering muncul bila terjadi konflik antara kewajiban atau tanggung jawab fidusiari ini dengan tujuan-tujuan pribadinya.

Profesionalisasi.

Pakar-pakar sosiologi sejak lama masih memperdebatkan dua pendekatan yaitu pertama, pembedaan antara profesi dengan non-profesi, dan kedua, proses menuju profesionalisasi yang terjadi pada beberapa okupasi. Untuk membedakan profesi dengan non-profesi yang diperlukan adalah mengisolasi ciri-ciri atau variabel khusus yang dapat menjadi faktor pembeda. Walaupun sifatnya factorial, tidak dapat dihindarkan kemungkinan munculnya profesi-profesi baru dari satu profesi atau hilangnya suatu profesi. Sedangkan disisi lain, proses profesionalisasi didasarkan pada sejumlah asumsi tentang sifat-sifat suatu profesi, terutama yang menunjukkan adanya suatu proses pendewasaan atau perkembangan profesi itu.

Menurut Barber[3], ada empat ciri yang esensial dari perilaku professional, yakni : a). berdasarkan ilmu pengetahuan bermutu tinggi yang standard dan sistematik, b) orientasi utama kepada kepentingan publik ketimbang interes pribadi, c) adanya pengendalian diri yang sungguh-sungguh melalui kode etik yang dihayati dalam proses sosialisasi kerja dan melalui hubungan sukarela yang diorganisasi dan diselenggarakan oleh pakar dalam pekerjaan itu sendiri, dan d) adanya suatu sistem reward, moneter dan kehormatan, yang pada dasarnya merupakan simbol pencapaian prestasi.

Etik, etos dan kode etik

Menurut Paul F. Camenisch (1983) seperti dikutip K. Bartens[4], profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Anggota-anggota profesi disatukan oleh latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama mempunyai keahlian yang tidak dimiliki oleh orang lain, sehingga memperoleh kewenangan-kewenangan sendiri, dan oleh karena itu mempunyai tanggung jawab yang khusus. Untuk mengimbangi atau memelihara kepercayaan klien akan kewenangan yang begitu penting, ada kode etik profesi, yaitu suatu pedoman tertulis yang mengatur tentang norma-norma berperilaku. Kode Etik berbeda dengan etos, karena kode etik menimba kekuatannya dari ethos, namun sebaliknya kode etik menegakkan dan memperkokoh etos. Juga kode etik berbeda dengan etika medis medis yang merupakan suatu usaha yang sistematis untuk menerangkan etos secara ilmiah dan menguraikan pandangan serta norma-norma yang berlaku dalam seluruh bidang penyembuhan. Demikian pula, kode etik berbeda dengan peraturan perundang-undangan yang dibuat Pemerintah, meskipun dalam kode etik ditemukan hal-hal yang juga diatur oleh peraturan perundang-undangan. Tetapi ada hal-hal yang oleh peraturan hukum positif tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran, dan diatur secara seksama dalam kode etik.

Kode etik dapat dilihat sebagai produk etika terapan, karena merupakan penerapan dari pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Akan tetapi kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, dan suatu kode etik dapat direvisi atau dirubah.

Salah satu syarat agar dapat berfungsi dengan semestinya, kode etik harus dibuat oleh profesi itu sendiri, sehingga benar-benar dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi tersebut. Disamping itu pelaksanaan kode etik memerlukan pengawasan terus-menerus, dengan dibentuknya semacam lembaga seperti Majelis Kehormatan Etik.

PROFESSIONALISME

1. Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan -- serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut -- untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999). Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk mem bedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/ atau kekayaan materiil-duniawi. Lebih lanjut Wignjosoebroto [1999] menjabarkan profesionalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan dari setiap kegiatan pemberian "jasa profesi" (dan bukan okupasi) ialah

a. bahwa kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil;

b. bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat;

c.bahwa kerja seorang profesional -- diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral -- harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi.

Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelompok sosial berkeahlian) untuk tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang hendak diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak diabdikan demi kesejahteraan umat manusia. Kalau didalam peng-amal-an profesi yang diberikan ternyata ada semacam imbalan (honorarium) yang diterimakan, maka hal itu semata hanya sekedar "tanda kehormatan" (honour) demi tegaknya kehormatan profesi, yang jelas akan berbeda nilainya dengan pemberian upah yang hanya pantas diterimakan bagi para pekerja upahan saja.

2. Siapakah atau kelompok sosial berkeahlian yang manakah yang bisa diklasifikasikan sebagai kaum profesional yang seharusnya memiliki kesadaran akan nilai-nilai kehormatan profesi dan statusnya yang sangat elitis itu? Apakah dalam hal ini profesi keinsinyuran bisa juga diklasifikasikan sebagai bagian dari kelompok ini? Jawaban terhadap kedua pertanyaan ini bisa mudah-sederhana, tetapi juga bisa sulit untuk dijawab. Terlebih-lebih bila dikaitkan dengan berbagai macam persoalan, praktek nyata, maupun penyimpangan yang banyak kita jumpai didalam aplikasi pengamalan profesi di lapangan yang jauh dari idealisme pengabdian dan tegak nya kehormatan diri (profesi). Pada awal pertumbuhan "paham" profesionalisme, para dokter dan guru -- khususnya mereka yang banyak bergelut dalam ruang lingkup kegiatan yang lazim dikerjakan oleh kaum padri maupun juru dakhwah agama -- dengan jelas serta tanpa ragu memproklamirkan diri masuk kedalam golongan kaum profesional. Kaum profesional (dokter, guru dan kemudian diikuti dengan banyak profesi lainnya) terus berupaya menjejaskan nilai-nilai kebajikan yang mereka junjung tinggi dan direalisasikan melalui keahlian serta kepakaran yang dikembangkan dengan berdasarkan wawasan keunggulan. Sementara itu pula, kaum profesional secara sadar mencoba menghimpun dirinya dalam sebuah organisasi profesi (yang cenderung dirancang secara eksklusif) yang memiliki visi dan misi untuk menjaga tegaknya kehormatan profesi, mengontrol praktek-praktek pengamalan dan pengembangan kualitas keahlian/ kepakaran, serta menjaga dipatuhinya kode etik profesi yang telah disepakati bersama.



[1] E.C.Hughes,’Professions’, Daedalus (1963)

[2] D.J.Hickson and M.W.Thomas,’Professionalization in Britain: a Preliminary Measurement’, Sociology, 3,1(January 19690, 48

[3] B.Barber,’ Some Problems in the Sociology of Professions,’ Daedalus, 92,4 (1963)

[4] K.Bertens, Etika, Jakarta: Gramedia 1993

Friday, March 28, 2008

Gaya hidup remaja sehat !

Gaya hidup (menurut WHO)

Masalah kesehatan yang berhubungan dengan perubahan gaya hidup telah diasosiasikan dengan perubahan kebiasaan makan, contohnya: remaja dan makanan cepat saji, dan merokok, terutama dengan meningkatnya jumlah perokok usia muda. Proporsi dari jumlah penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang merokok secara regular diperkirakan sebanyak 22,9% di tahun 1995 dan meningkat menjadi 27,7% di tahun 2001. Penyalahgunaan obat dan bahan berbahaya, gaya hidup yang sedentari/ kurang aktif, dan kekerasan juga menjadi masalah kesehatan. Hambatan yang utama adalah kurangnya bantuan masyarakat dan komitmen nasional, terutama mengenai merokok.


Kehidupan Remaja Dalam Keluarga

Gambaran tentang hubungan remaja dengan anggota keluarganya diungkap dengan melihat penilaian remaja terhadap kegiatan yang dilakukan bersama keluarganya, ketersediaan waktu orangtua bersama anak, orang yang paling sering diajak memecahkan masalah dan kegiatan lingkungan yang diikuti.

Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi sosial keluarga ini, berikut disajikan sejumlah kegiatan yang sering diikuti secara bersama-sama oleh anggota keluarga menurut remaja. Sebanyak 60 remaja merasa tidak ada kegiatan keluarga yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang sering diikuti anggota keluarga. Selebihnya (40%) menyatakan sejumlah kegiatan yang sering diikuti walaupun dalam frekuensi yang sangat rendah seperti makan dan ibadah, kunjungan keluarga dan nonton TV. Kemudian menurut intensitas pertemuan dengan keluarga, 70% remaja merasa bahwa intensitas pertemuan keluarga masih belum maksimal, yang meliputi kategori jarang sebanyak 33,33 % dan kategori sangat jarang 36,67%. Besarnya angka ini mencerminkan bahwa menurut remaja sebagian besar keluarga masih kurang memperhatikan aspek kebutuhan sosial keluarga sesuai dengan tuntutan kebutuhan.

Minimnya kegiatan bersama anggota keluarga ini tidak terlepas ketersediaan waktu orangtua untuk mengadakan kegiatan tersebut. Sesungguhnya di mata remaja 63,33% orangtua mempunyai waktu yang memadai untuk mengadakan kegiatan bersama dan 36,6% kurang tersedia waktunya. Bila dibandingkan dengan data sebelumnya tentang intensitas pertemuan keluarga, ternyata hanya 30% yang sering mengadakan pertemuan. Ini berarti ada 33,33% keluarga yang ketersediaan waktunya memadai namun tidak memanfaatkannya untuk mengadakan pertemuan keluarga. Dalam kondisi yang demikian anak dapat mengambil kesimpulan (persepsi) tersendiri yang bersifat negatif terhadap keluarganya.

Dari segi pemanfaatan waktu untuk mengadakan pertemuan keluarga sebagaimana dimaksudkan di atas dapat melibatkan dua pihak. Pihak pertama adalah pihak orangtua sebagai pemimpin keluarga, dan pihak kedua adalah anggota keluarga lainnya termasuk anak (remaja). Di satu sisi orangtua sebagai kepala keluarga diharapkan mengambil inisiatif lebih dahulu, dan di sisi lain inisiatif mungkin datang dari anggota keluarga lainnya termasuk anak (remaja), namun keputusan tetap ditentukan oleh orangtua. Bahwa orangtua yang selalu menanggapi anak ketika mengutarakan pendapatnya hanya 26,67 %, sementara sebagian besar lagi (73,33 %) tidak maksimal dalam menanggapi. Sikap orangtua yang kurang dalam menanggapi anaknya ini dapat berakibat negatif terhadap anak. Misalnya anak menjadi malas dalam mengutarakan pendapatnya atau mengambil inisiatif tertentu terhadap satu masalah.

Persepsi Remaja terhadap Pola Asuh

Bahwa pola asuh yang dominan menurut remaja adalah pola asuh otoriter (83,33%), disusul dengan pola asuh permisif dan demokratis masing-masing 33,33%. Ini berarti bahwa menurut remaja terdapat 90 % keluarga yang kurang demokratis dalam menerapkan pola asuh terhadap anak-anaknya. Hal ini akan menciptakan iklim yang kurang kondusif bagi perkembangan anak.

Sejalan dengan pola asuh tersebut dapat dicermati lebih jauh dasar pemikiran dan tindakan orangtua dalam mengasuh anaknya. Pola asuh yang demokratis akan bertindak lebih rasional, dengan angka persentase yang kebetulan sama yaitu 33,33%. Demikian pula sebaliknya dengan pola asuh yang tidak demokratis (permisif dan otoriter) yang mempunyai persentase yang relatif sama dengan kategori tindakan yang tidak rasional (emosional dan irasional), yaitu 90%. Pola asuh yang dikembangkan dalam satu keluarga selanjutnya dapat mengantarkan anak pada satu gambaran tertentu tentang tingkat keharmonisan keluarga.

Kehidupan Remaja di Luar Rumah

Deskripsi tentang gaya hidup remaja di perkotaan digambarkan dengan melihat beberapa aspek kehidupan atau kegiatan remaja. Aspek tersebut adalah lokasi atau tempat yang paling sering dikunjungi, tujuan mangkal pada tempat yang dikunjungi, alasan untuk mendatangi tempat tersebut, keuntungan yang diperoleh mangkal di tempat tersebut, rata-rata lama waktu yang dihabiskan saat berkunjung, dan waktu yang paling sering digunakan untuk berkunjung.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa lokasi yang banyak dikunjungi remaja adalah pusat kegiatan ekonomi maupun sosial yang lebih bernuansa hiburan. Adapun tujuan mereka mengunjungi tempat-tempat tersebut adalah (1) mencari uang, (2) mencari hiburan dan (3) cari teman baru. Dari ketiga jenis tujuan tersebut, mencari hiburan menjadi tujuan utama remaja. Sedangkan alasan mereka adalah 83,33% karena orangtua otoriter, 50% karena tidak betah di rumah, 16,67% karena tidak ada lokasi main, dan 16,67% membantu ekonomi keluarga. Alasan tersebut sejalan dengan keuntungan yang diperoleh remaja pada saat mangkal, yaitu dapat hiburan dan stres hilang (100%), dapat teman baru (53,33%) dan ketemu teman lama (13,33%). Alasan dan keuntungan tersebut juga sejalan dengan tujuan remaja mangkal, yaitu mencari hiburan (100%), dan cari teman baru (53,33%).

Faktor lain yang terkait dengan perilaku mangkal remaja ini adalah waktu yang sering digunakan remaja untuk mangkal. Sebanyak 60% pada siang hari, 23% sore dan 17% malam hari. Kemudian dilihat dari lamanya mangkal, 56,67% antara 1-3 jam, 26,67% antara 4-6 jam, dan16,67 % lebih dari 6 jam.

Data ini menunjukkan bahwa 83,33% remaja menghabiskan waktunya pada siang dan sore hari di luar rumah untuk mangkal. Perlu diketahui bahwa data tersebut hanya untuk satu kegiatan remaja yaitu mangkal. Artinya masih banyak kegiatan lainnya di luar rumah yang belum tercatat. Ini mengindikasikan bahwa intensitas pertemuan dengan anggota keluarga lainnya terutama dengan orangtua sangat terbatas. Terbatasnya pertemuan dengan anggota keluarga ini akan mempengaruhi kualitas hubungan sosial dalam keluarga. Bahkan lebih parah lagi 16,67 % remaja mangkal pada malam hari, dengan lama mangkal 16,67% lebih dari 6 jam. Meskipun persentasenya relatif kecil, namun alokasi waktu tersebut sangat rawan secara sosial dengan berbagai tindakan tuna sosial.

Persepsi terhadap Kenakalan



Berbeda dengan pendapat orang tua, bahwa berbohong, merokok, mejeng di mall, berkelahi/tawuran, dan minum minuman keras bukan termasuk tingkah laku nakal. Sedangkan jenis tindakan yang menurut remaja termasuk nakal, yaitu menggunakan narkoba, seks bebas, mencuri, memeras/ malak, dan merampok. Namun demikian sikap yang tegas tersebut ternyata tidak menjamin mereka tidak melakukan tindakan dimaksud. Misalnya demi persahabatan, ataupun pelarian sesaat.

Sedangkan faktor yang menyebabkan remaja bertingkah laku nakal, yaitu (1) teman sebaya, (2) lingkungan, (3) pola asuh otoriter, dan (4) pengaruh film dan TV. Dari faktor-faktor tersebut persentase tertinggi adalah pengaruh dari lingkungan (86,67 %) dan pola asuh otoriter orang tua (70,00%).

Keluarga sehat dan bahagia menjadi dambaan setiap orang tetapi bagaimana mendapatkannya? Simak tips smart berikut ini untuk dapat menjamin anda memiliki keluarga sehat dan bahagia!

Praktekan cinta yang tulus
Anda mungkin memiliki anggota keluarga yang tidak selalu sesuai dengan keinginan anda, tetapi ini bukan berarti anda harus mengasingkan mereka. Cintai mereka atas segala keanehannya dan rangkul perbedaan mereka. Ini dilakukan terutama pada anak-anak yang mulai mengembangkan penghargaan diri dari usia remaja.

Selalu berkomunikasi dengan orang tua
Anda mungkin tidak tinggal bersama mereka lagi tetapi bukan berarti tidak harus bertemu mereka secara teratur. Jaga tali keluarga dengan mengunjungi orang tua sedikitnya sekali dalam seminggu, dan rencanakan menghabiskan waktu bersama-sama. Cara ini akan membuat anak-anak anda belajar betapa pentingnya keluarga.

Membuat kesehatan suatu prioritas
Nutrisi yang baik dan olahraga teratur seharusnya menjadi bagian penting dari kehidupan keluarga. Habiskan waktu berkualitas bersama keluarga sendiri.
Waktu seperti ini penting karena akan memberikan anda kesempatan berkomunikasi sebenarnya dengan mereka.

Gantikan junk food dengan makanan ringan yang sehat
Gantikan minuman soda, permen, jenis makanan lain berkadar gula tinggi atau makan ringan bernutris rendah dengan jus buah-buahan segar, buah dan kacang-kacangan atau makanan tinggi serat untuk menanamkan kebiasan makan yang baik pada anak-anak.

Jangan gunakan televisi atau komputer sebagai babysitter
Yakinlah waktu anak-anak ditemani dengan aktivitas belajar yang kontruktif dibanding yang ada dalam televisi. Anak-anak dapat mudah terpengaruh dengan apa yang mereka lihat dan dengar di televisi. Jika mereka ingin menonton televisi, yakin apa yang mereka lihat adalah program bermanfaat. Juga hindarkan kebiasaan berjam-jam didepan komputer, asyik menjelajah dunia maya sehingga jarang kontak fisik dengan keluarga hendaknya dihindarkan dengan mengatur jam yang wajar untuk mengembangkan bakat komputer si anak.

Jauhkan rumah dari kekerasan
Berteriak, membentak, dan menampar hanya mengajarkan anak-anak menyampaikan kekerasan pada orang lain. Cobalah menemukan cara kreatif untuk mendisiplinkan mereka dengan tidak melibatkan kekerasan.

Mengecek kesehatan
Yakin untuk menepati janji bertemu dokter gigi atau gynekolog terutama imunisasi bagi anak-anak. Jika anda tinggal dengan orang tua yang telah ujur, awasi kesehatan mereka dengan membawa mereka ke dokter untuk mendapatkan check-up yang teratur.

Sebetulnya banyak sekali kebutuhan anak-anak untuk bisa tumbuh sehat.

Dari segi fisik anak-anak sejak dalam kandungan membutuhkan:

- nutrisi yang baik dan sesuai kebutuhan

- istirahat dan tidur yang cukup

- olahraga sesuai takaran

- imunisasi sesuai kebutuhan

- lingkungan tinggal yang sehat

Boleh jadi semua orangtua yang membeli tabloid gaya hidup bisa memenuhi kebutuhan fisik seperti di atas. Meski demikian, dengan terpenuhinya kebutuhan fisik tersebut belum berarti anak-anak akan tumbuh sehat jika kebutuhan untuk memiliki mental yang sehat tidak terpenuhi.

Kebutuhan mental emosional itu antara lain:

- cinta tanpa syarat dari ayah, ibu, dan keluarga

- memiliki kepercayaan diri dan rasa harga diri (self esteem) yang tinggi

- punya kesempatan bermain dengan anak-anak lain

- mendapat dorongan dan dukungan dari guru dan orang-orang yang mengasuhnya

- tinggal di lingkungan yang aman dan terlindung

- adanya pedoman dan disiplin yang jelas

Thursday, March 27, 2008

Menua dengan baik

Tuhan Allah sungguh pemurah pada kita. Allah memberikan kehidupan yang berkelimpahan bagi kita dalam kemurahanNya. Patut kita mengucap syukur setiap saat dan tetap memelihara iman kita melalui firman Tuhan setiap hari. Didalam Mazmur 90:10 disebut : ‘Masa hidup kami 70 tahun, dan jika kami kuat, 80 tahun.’ Namun tidak sekedar diberikan panjang umur, Tuhan juga memberikan kita kesempatan untuk mengisi usia lanjut itu dengan kehidupan yang cukup dan terhormat. Amsal 3:16 mengatakan ‘Umur panjang ada ditangan kananNya, ditangan kiriNya kekayaan dan kehormatan.’ Dan apabila kita ‘memelihara perintahNya’ maka ‘panjang umur dan lanjut usia serta sejahtera akan ditambahkanNya kepadamu. ’ (Amsal 3:1b-2).

Hidup sering diibaratkan sebagai perjalanan atau pertandingan dimana segala sesuatu akan berakhir. Didalam 1 Petrus 1 : 24 dikatakan :’ Semua yang hidup adalah seperti rumput, rumput menjadi kering dan bunga gugur, tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya.’

Segala sesuatu ada awal dan akhirnya. Didalam 2 Timotius 4:7 dikatakan : ‘Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.’ Oleh karena itu didalam menem-puh perjalanan atau mengakhiri pertandingan, kita hendaknya mengisinya dengan berhenti pada pos-pos perantara, berupa peristiwa-peristiwa yang membahagiakan misalnya menikahkan anak , menyaksikan cucu diwisuda, bepergian mengunjungi keluarga dan kerabat dsb. Janganlah kiranya pos-pos perhentian itu berupa sakit stroke, diabetes, asam urat, hipertensi dll.

Hidup lanjut usia bukan sekedar panjang umur, tetapi bagaimana kita mengisinya. Dan kalau kita memelihara iman kita dalam Tuhan kita Yesus Kristus maka kesehatan dan kesembuhanpun akan menjadi milik kita. Terpujilah Kristus.

Mengapa seseorang takut menjadi tua? Apakah usia lanjut itu senantiasa identik dengan kesepian, kelemahan dan pen-deritaan?

Penderitaan yang terjadi pada orang lanjut usia digambarkan dengan jelas oleh Pemazmur :

'Kasihanilah aku, ya Tuhan, sebab aku merasa sesak; karena sakit hati mengidaplah mataku, meranalah jiwa dan tubuhku. Sebab hidupku habis dalam duka dan tahun-tahun umurku dalam keluh kesah; kekuatanku merosot karena sengsaraku, dan tulang-tulangku menjadi lemah. Dihadapan semua lawan-ku aku tercela, menakutkan bagi tetangga-tetanggaku, dan menjadi kekejutan bagi kenalan-kenalanku; mereka yang melihat aku dijalan lari dari padaku. Aku telah hilang dari ingatan seperti orang mati; telah menjadi seperti barang yang pecah.(Mazmur 31:10-13).


Sering sekali seorang lansia mengalami depresi kejiwaan karena merasa dikucilkan, tidak diikutsertakan dalam peristiwa atau kegiatan apa-apa lagi. Dia menjadi murung dan mudah tersinggung, sering mengalami kelesuan dalam berpikir dan bertindak apapun. Perhatikan kata-kata kunci dalam bacaan Mazmur tadi; 'tercela', 'ketakutan bagi tetangga', 'kejutan bagi kenalan', 'lari dari padaku', dan 'hilang dari ingatan'.

Ada sebuah film komedi yang diputar belum lama ini dengan judul 'Duplex', dibintangi oleh Ben Stiller dan Drew Barrymore yang berperan sebagai pasangan muda yang membeli sebuah rumah duplex (2 lantai) dikawasan strategis di New York. Sayangnya dilantai dua rumah duplex itu, tinggal seorang nenek yang semula kelihatannya lemah, tak berdaya, mengundang rasa iba, sehingga pasangan ini dengan rasa tenang memutuskan untuk membeli rumah itu. Tak lama terbongkarlah 'tingkah laku' nenek tadi yang mulai merepotkan, menjengkelkan bahkan menjadi 'ketakutan bagi tetangga' seperti yang dikatakan diayat Mazmur tadi.

Apakah yang paling menyedihkan bagi seorang lansia yang hidup sendiri?

A lonely life at the end of the road. Its very sad to realize that one has to experience such sad moment when you are left by yourself, nowhere to go, and no one you can really connect with. Thats what old age signifies to some people especially when you wither away with relationship from God. But for those who stays in close contact and seeking guidance from God day after day, old age is an opportunity to know Him better, to accept redemption and hoping for God's grace in a new life with God.

Demikian jawab seorang pastor kenalan kami, Foster Shannon ketika kami tanyakan hal yang sama padanya.

Disamping penderitaan psikis dan depresi kejiwaan, maka pengaruh usia lanjut terhadap kemampuan fisik jelas menambah depresi tersebut. Dalam Mazmur tersebut dika-takan 'kekuatanku merosot', dan 'tulang-tulangku menjadi lemah.' Didalam bukunya yang laris manis seperti buku-buku seri Selamat lainnya, 'Selamat Berkembang., Dr. Andar Ismail menyebutkan gejala-gejala depresi kejiwaan ditambah gejala kemerosotan fisik yang lebih luas. Orang tua biasanya juga tak luput dari berbagai penyakit, biasanya gabungan dari beberapa penyakit degeneratif. Or-gan-organ juga merosot fungsinya seperti penglihatan kabur, pendengaran menurun, pengecapan hambar, reaksi lambat, gangguan keseimbangan, susah tidur atau tidur melulu, nafsu makan tidak ada. Karena daya ingat juga jauh merosot, maka sering lupa makan dan minum, disorientasi tempat dan waktu. Ada orang tua yang tiap beberapa menit, selalu bertanya disekitarnya, 'Hari apa sekarang,' bahkan ,'Siapa kamu atau dari mana kamu datang,' pada sanak keluarganya sendiri. Bahkan sering kita dengar kejadian ada orangtua yang berjalan sendiri meninggalkan rumah dan tidak tahu cara pulang hingga berurusan dengan polisi atau mendapat kecelakaan. Depresi jiwa yang ditambah dengan kemerosotan fungsi tubuh itu dimanifestasikan dalam banyak bentuk, a.l. kehilangan selera, semangat dan minat apapun, cepat lelah, lupa, tersinggung atau merasa bersalah, merasa tak berharga dsb. Ia menjadi pessimis, merasa tak ada gunanya hidup, persis seperti ayat ' seperti barang yang pecah' pada ayat Mazmur tadi. Rasanya tak ada lagi gairah untuk hidup. Inilah penyebab utama seorang lansia meninggal, terlebih apabila sehabis kematian pasangan hidupnya, dia melepaskan harapan untuk hidup lagi.

Tetapi menjadi seorang yang lanjut usia tidak mesti demikian apabila kita dapat menyikapi dan menghadapinya dengan persiapan. Pertama, apa artinya tua bagi anda?

Semua orang pasti mencapai usia lanjut, apabila maut tidak lebih dulu menjemput. Tetapi seseorang tidak harus menjadi tua da-lam arti mengalami gejala-gejala penuaan seperti yang disebut terdahulu. Saya mempunyai dosen, pembimbing yang dapat dianggap juga sebagai mentor, sewaktu studi di Amerika Serikat. Namanya Profesor Dr. Abrahamson, sering kita panggil Dr.A. saja, usianya waktu itu 76 tahun tetapi masih aktif mengajar, bahkan menjadi promotor disertasi PhD kami. Waktu baru mulai kenal dengan keluarga Dr.A. ini pernah sekali saya berta-nya ,'How old are you, Dr. A'? Beliau menjawab spontan 'We are not old, but we are seniors,' sambil bercanda. Lalu beliau menambahkan 'You are as old as you feel.', maksudnya umur boleh lanjut, tetapi kita tidak boleh merasa tua. Seseorang bisa merasa tua pada usia berapapun. Ada orang yang baru berumur 40 tetapi sudah merasa, dan biasanya kelihatan lebih tua dari mestinya. Tetapi ada juga yang sudah 80 tahun, namun jiwanya tetap muda, karena dia merasa masih berguna. Tentu ada sesuatu dalam cara hidupnya yang membuatnya tetap muda dan bergairah.


Hidup bersama dengan orang yang dicintai dapat membuat kita ingin terus muda. Ingatkah anda lagu 'You make me feel so young' nya Frank Sinatra, dimana pasangannya selalu membuatnya merasa muda. Benjamin Franklin pernah berkata :'Orang-orang yang bisa mencintai secara mendalam, tidak akan pernah tua; mungkin mereka akan meninggal dalam usia tua, tetapi jiwa mereka tetap muda.' Namun ada juga keraguan akan kehilangan cinta atau perhatian seperti didalam lagu 'When I'm sixty four' nya the Beatles, dimana ditanyakan

'Will you still feed me, will you still need me , when I'm sixty four ? '

Frank Sinatra juga didalam albumnya yang meraih Grammy tahun 1964 berjudul 'It was a very good year.' menyanyikan tentang masa-masa kehidupannya. Masa tua dia ibaratkan sebagai anggur yang sudah matang dan nikmat diminum (vintage). Didalam lagu itu disebut

'But now the days are short, I'm in the autumn of the year. And now I think of my life as vintage wine, from fine older kegs, from the brim to the dregs, it pours sweet and clear. It was a very good year.'


Pemazmur lain lagi, dia mengibaratkan orang dimasa tuanya sebagai buah kurma, 'Pada masa tuapun mereka masih berbuah...untuk memberitakan bahwa Tuhan itu benar (Maz-mur 92:15-16). Menjadi tua adalah sebuah kesempatan untuk menyaksikan kebaikan Tuhan, lalu menceritakan kebaikan itu kepada generasi penerus.

Saya belum terlalu sering sadar bahwa umur saya sudah hampir 59 thn. Kebiasaan saya berolahraga 40 menit setiap pagi membuat perasaan saya segar setiap hari. Saya juga selalu menyeimbangkan pekerjaan dengan rekreasi. Salah satu kegemaran saya adalah nonton film, dan tak jarang saya pergi kebioskop nonton sendirian, kalau isteri kebetulan tak bisa. Baru-baru ini sesudah mengikuti Public Health Conference BIMST di Singapore, saya ada kesempatan pergi ke EW Jubilee di Ang Mo Kio untuk nonton 'The House of Flying Daggers'. Waktu beli ticketnya, nona penjualnya bertanya 'Are you a Senior, sir?' Saya nggak nyangka bakal dapat pertanyaan ini, lalu saya tanya iseng .'How much for a senior.' 'Three fifty,'katanya mengatakan 3.5 dolar, sedangkan harga normal 7.5 dolar. Wah, saya pikir, enak sekali kalau punya kartu bukti senior citizen. Saya tunjukkan KTP Jakarta saya, tetapi ternyata tidak bisa, yah terpaksalah beli normal price. Jadi, ternyata, menjadi lansia itu banyak juga keuntungannya.....Disitulah saya pertama kalinya benar-benar sadar bahwa rupanya saya sudah menua. Tetapi yang pasti, saya tetap berjiwa muda. Masih banyak hal-hal menarik dalam hidup ini yang belum saya lakukan dan alami. Masih banyak tempat-tempat yang belum sempat saya kunjungi dan saya yakin masih banyak pekerjaan Tuhan yang dapat saya lakukan selagi badan masih kuat dan mampu mengerjakannya.

Proses penuaan alami

Sejak kita lahir, bahkan sebelumnya, proses penuaan sudah dimulai. Hari ini kita lebih tua dari keadaan kita kemarin. Hari ini kita lebih muda dari keadaan kita besok. Untuk hidup baik kita harus menua dengan baik. Untuk menua dengan baik kita harus hidup dengan baik, demikian ujar Harvey H. Potthoff, penulis buku God and the Celebration of Life. Untuk memperoleh gambaran akan proses penuaan yang ideal, perlu direnungkan beberapa pertanyaan mendasar. Apakah yang dimaksudkan dengan penuaan yang baik ? Apabila pergumulan hidup, kehilangan sesuatu yang berharga dan kemunduran atau kemerosotan fungsi merupakan bagian yang tak terelakkan dari pengalaman manusia, bagaimana kita dapat menyikapi dan menerima hal-hal tersebut kedalam pola kehidupan kita? Bagaimana kita dapat bersikap realistis tentang fakta-fakta mengenai kematian namun tetap tegar sebagai seorang yang penuh pengharapan ? Mungkinkah seseorang bersikap realistis terhadap fakta-fakta mengenai menuaan, kemerosotan dan kematian, namun terus hidup dengan suatu tanggungjawab atas keberadaan kita serta peran kita didalam kehidupan ini ? Apakah intisari ajaran Kristen dalam mencari makna penuaan itu?

Tuhan hadir dalam pengalaman hidup kita bukan hanya saat bergembira, bertumbuh dan berhasil, namun juga dalam pengalaman yang menyangkut kehilangan, pergumulan penderitaan dan kematian. Setiap orang, yang muda maupun yang tua, saat ini sedang menjalani proses penuaan. Cepat atau lambat pengalaman dan pertanyaan-pertanyaan ini akan membawa dampak dalam kehidupan kita, bahkan mungkin juga telah terjadi. Dengan mengadakan refleksi terhadap hal-hal tersebut, kita akan dapat melihat bagaimana iman Kristiani kita dapat memberikan pencerahan terhadap prospek penuaan yang ideal.


Wednesday, March 26, 2008

Kata-kata yang memulihkan

Memuji Tuhan adalah sumber kesembuhan. Pernahkah anda memikirkan untuk memuji Tuhan dikala anda sakit ? Jarang sekali ada orang yang kesakitan, dapat memikirkan untuk bernyanyi atau bersaksi untuk memuji Tuhan. Tetapi, kita sering mendengar bahwa ada orang yang berusia lanjut dan jarang sakit karena kesukaannya adalah lagu-lagu pujian bagi Tuhan. Contohnya ibu saya sendiri alm., semasa hidupnya hingga pada usianya yang sudah lebih 85 tahun masih bersemangat memimpin dan melatih paduan suara di gerejanya di Pematangsiantar. Bukan hanya 1 koor, tetapi 2, bahkan pernah hingga 3 paduan suara wanita yang dipimpinnya. Dan bukan sekedar koor, namun PS yang berprestasi dengan menjadi juara dalam festival PS setempat. Tuhan Maha Besar, beliau menikmati dan memanfaatkan karunia itu dan mempersembahkan sebagian besar hidupnya memuliakan Tuhan melalui pujian. Kini beliau telah bersama Tuhan, dipanggil kerumah Bapa pada usia 89 tahun.

Saya sendiri, yang rupanya diberkati untuk mewarisi bakat beliau dan memimpin satu PS di gereja kami, PS Sela GPIB Bukit Moria, sering merasakan bahwa sekalipun kadang-kadang terasa agak lemah atau sakit, kalau tiba waktunya untuk menyanyi atau melatih koor memuji Tuhan, maka perasaan itu hilang, bahkan menjadi kuat dan bersemangat kembali. Seperti dikatakan oleh Daud : 'Pujilah Tuhan, hai jiwaku. Pujilah namaNya yang kudus, hai segenap batinku. Pujilah Tuhan, wahai jiwaku, dan janganlah lupa akan segala kebaikanNya. Dia yang telah mengampuni segala kesalahan-mu, yang menyembuhkan segala penyakitmu. (Mazmur 103:1-3).

Bapa disurga, bukalah mata saya untuk dapat mengetahui, baik jasmani maupun rohani, akan apa yang dapat saya lakukan untuk mencegah dengan mengalahkan penyakitku ini. Berikanlah saya kemampuan dan hikmat untuk dapat menerapkan yang telah saya pelajari. Berikanlah kepada saya damai sejahteraMu,dan jauhkanlah saya dari ketakutan, kegelisahan, dan kekhawatiran karena pada kehendakMu sajalah saya percaya. Didalam nama Yesus dari Nazareth, Tuhan Penyembuh saya. Amin.

Aku percaya bahwa Firman Tuhan adalah sumber kehidupan, dan rahasia dari kehidupan itu, termasuk kesehatan dan kesembuhan itu ada didalamnya. Bila kita menekuni akan firmanNya dan mencari petunjuk didalamNya maka Tuhan akan memberi kita pengampunan dan kesembuhan secara langsung dan pasti. Langsung berarti bahwa Tuhan sendiri yang menunjukkan kuasaNya, tanpa peran-taraan manusia. Pasti, berarti kita telah disembuhkan, dan iman kita yang menyatakan percaya disusul dengan tindakan kita sungguh-sungguh menunjukkan kesembuhan total. Kiranya kuasa Tuhan akan bekerja dengan ajaib, menumbuhkan iman percaya bagi kita didalam mencari firmanNya yang me-nyembuhkan segala penyakit kita. Tuhan Maha Besar.

Iman adalah keputusan untuk percaya kepada kepada Firman Allah lebih dari segala sesuatu, termasuk penyakitku ini. Ini bukan berarti bahwa saya berpura-pura tidak sakit, melainkan memilih untuk percaya akan kuasa Allah yang dapat menyembuhkan.

Alkitab berkata 'Tidak tahukah kamu bahwa Roh Allah diam didalam kamu? Jikapun ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus, dan bait Allah itu ialah kamu (1 Kor. 3: 16-17).

Saudaraku yang kekasih, aku berdoa semoga engkau baik-baik serta sehat-sehat saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik saja (3 Yoh.2).

Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara Tuhan Allahmu, dan melakukan apa yang benar dimataNya, dan memasang telingamu kepada perintah-perintahNya, dan tetap mengikuti segala ketetapanNya, maka Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit manapun, yang telah Kutimpakan kepada orang Mesir; sebab Akulah Tuhan yang menyembuhkan engkau. (Keluaran 15:26).

Tetapi aku ini tertindas dan kesakitan ; keselamatan dari padaMu, ya Allah, kiranya melindungi aku. Aku akan memuji-muji Allah dengan nyanyian, mengagungkan Dia dengan nyanyian syukur. (Mazmur 69:31-32).

Allah mengerti segala penyakitku, dan akan melepaskan serta menyembuhkanku. Karena Tuhan berjanji : 'Tuhan membantu dia diranjangnya waktu sakit; ditempat tidurnya Kau pulihkannya sama sekali dari penyakitnya.(Mazmur 41:4).

Akan tetapi tidak selalu orang percaya pada pengampunan dan kuasa penyembuhan dari Tuhan, karena iman serta keraguan hatinya.

Kadang-kadang kita itu tidak percaya kepada kemurahan Tuhan dan menuduhNya berbuat tidak adil kepada kita seperti pada kitab Yeremia 15 : 18a: 'Mengapakah penderitaanku tidak berkesudahan, dan lukaku sangat payah, sukar disembuhkan? .

Tetapi dibagian lain, yaitu pada Yer 17:14 di-katakan: ' Sembuhkanlah aku, ya Tuhan, maka aku akan sembuh ; selamatkanlah aku, maka aku akan selamat, sebab Engkaulah kepujianku.' Disini kembali kita diingatkan akan hubungan antara kesembuhan dan kepujian. Ternyata sangatlah erat keterkaitannya.

Tennyson pernah berkata : 'Tuhan memberikan cinta pada kita. Dan Dia meminjamkan sesuatu pada kita untuk dicintai.' Jikalau Tuhan hendak memberi, maka dengan mudah diberiNya, dan kalau Tuhan mau mengambil, maka dapat diambilnya. Ini berlaku buat kekasih hati kita, harta kita maupun kesehatan kita. Tetapi demikian pula dengan musuh kita, dosa kita, bahkan tentu saja penyakit kita, dengan mudah mungkin diambilNya dari kita.

Daud, Raja Israel, yang suka memuji Tuhan melalui nyanyian pujian, memiliki pengertian mendalam dari Tuhan tentang kesembuhan. Dalam Mazmur 103 ia memaparkan perkembangan yang dapat terjadi dari dalam kegelapan dan keputusasaan akibat penyakit menuju kesembuhan. Berikut inilah apa yang dika-takannya : 'Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah namaNya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Dan jangan lupakan segala kebaikanNya. Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu. Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, dan memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat. Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti burung rajawali.'

Pada bagian lainnya dia berkata ' Tujukanlah pandanganmu kepadanya, maka mukamu akan berseri-seri..'. Berarti memuji Tuhan akan mengalihkan pandangan kita dari dalam diri kita sendiri, dari kesusahan kita, dari penyakit kita, dari darah tinggi, hepatitis, sakit jantung kita, dari kelemahan apapun yang saat ini sedang kita derita. Dalam memuji Tuhan, perhatian kita terpusat kepada kebaikanNya, kepada apa yang telah dilakukanNya. Ini dapat mengalirkan sukacita kepada pikiran, suasana emosi dan perasaan kita. Sukacita dapat memperkuat sistim kekebalan kita. Memuji Tuhan adalah baik bagi kesehatan kita.

Seorang perajurit Perang Saudara yang tak dikenal menulis doa ini pada secarik kertas yang ditemukan pada tempat pertempuran yang berbunyi sbb :

Answered Prayer

I asked God for strength, that I might achieve.

I was made weak, that I may learn humbly to obey.

I asked for health, that I might do greater things,

I was given infirmity, that I might do better things.

I asked for riches, that I might be happy.

I was given poverty, that I might be wise...

I asked for power, that I might have the praise of men,

I was given weakness, that I might feel the need of God.

I asked for all things that I might enjoy life,

I was given life, that I might enjoy all things.

I got nothing that I asked for - but everything I had hoped for.

Almost despite myself, my unspoken prayers were answered.

I am among all men most richly blessed.'

An unknown Confederate Soldier.